Trip to Mandin Pantan [12-14 Des 2014]
12-14 Desember 2014, waktu itu #SouthBorneoTravellers
berkesempatan ngetrip ke Desa Rantau Bujur, Kec. Aranio, Kab. Banjar (Riam
Kanan). Perjalanan dimulai dari Banjarmasin menuju dermaga #RiamKanan sekitar 1,5
jam menggunakan sepeda motor, kemudian tepat jam 4 sore perjalanan dilanjutkan
dengan menggunakan angkutan air/”taksi” reguler berupa “Kelotok” selama 2 jam
ke Dermaga Desa Rantau Bujur, perjalanan sore itu diwarnai hujan deras di
daerah waduk Riam Kanan, pukul 6 sore kami tiba di Dermaga dan berjalan kaki sekitar setengah
jam untuk menuju rumah kepala desa.
Tiba di Dermaga Desa Rantau Bujur |
Hari sudah mulai gelap ketika
kami tiba di rumah Pak M. Mukri Kepala Desa (Pambakal) Rantau Bujur, kami ngobrol
panjang lebar bersama Pambakal dan beberapa warga Desa Rantau Bujur. Kami
utarakan keinginan untuk melihat Mandin Pantan
yang terletak di gunung Pahyangan, Mandin dalam bahasa setempat adalah air
terjun. Sekaligus kami minta tolong warga setempat untuk menjadi guide menuju
ke sana, Pak Mukeri menunjuk Amang Anshari atau biasa disapa “Perang” alias
paman sebagai guide. Malam itu kami numpang menginap di rumah Kepala Desa atau
dalam bahasa Banjar disebut “Pambakal”.
Jam 7 pagi keesokan harinya kami
sudah siap untuk trekking menuju Gunung Pahyangan yang kabarnya memiliki
beberapa air terjun dan telaga. Pagi itu kami janjian dengan Amang Anshari dan
Bang Pa’i yang menjadi guide menuju Mandin Pantan. Perjalanan dimulai dari desa
sambil menikmati suasana pagi dan menyapa warga yang mulai beraktivitas.
Melewati rumah warga kami menuju sebuah pematang dengan hamparan rumput hijau
luas yang menjadi tempat warga memberi makan ternak sapi mereka. Melintasi
sebuah kebun, kami harus menyeberang sungai menggunakan “Jukung”. Sempat
terjadi kehebohan di sini karena Yusuf peserta yang paling cantik diantara kami
sempat parno menaiki “Jukung’ :D
Menuju Gunung Pahyangan |
Sampai di seberang kami kembali
berjalan kaki menuju kaki gunung Pahyangan, melintasi kebun, hutan kecil dan
beberapa bukit dengan hamparan rumput yang menghijau segar setelah diguyur
hujan malam sebelumnya. Tiba di kawasan Bukit Kapayang kami lanjutkan trekking
hingga sampai di kawasan “Mihak” yang merupakan kaki gunung Pahyangan, kami
istirahat sejenak menikmati jernihnya air yang mengalir di sana. Trekking
kembali kami lanjutkan dengan melintasi hutan di Gunung Pahyangan, pohon-pohon
besar, tanah yang basah, hamparan bukit dan beberapa aliran sungai mewarnai
jalur trekking yang menjadi identitas Gunung Pahyangan.
Bukit Kapayang dengan latar gunung Manyahut |
Gunung Pahyangan di kejauhan |
Hamparan hijau di Bukit Kapayang |
Trekking |
Semakin dekat dengan Gunung Pahyangan |
Sempat beberapa kali istirahat,
setelah kurang lebih 3 jam trekking, sebelum sampai kami sempat melintasi track
yang lumayan berat karena kecuraman track, tanah yang gembur, dan terlalu
sedikit tempat untuk berpegang. Hingga akhirnya kami sampai di Mandin Pantan.
Karena belum memasuki puncak musim hujan, debit air di Mandin Pantan masih
terbilang sedikit, jadi air yang jatuhpun juga sedikit, tapi ngga ngurangin
semangat kami buat mandi menikmati kucuran air sejuk dan pastinya mengabadikan
moment kali ini dengan foto-foto.
Trekking |
Mandin Pantan |
Mandin Pantan |
Puas mandi, tim South Borneo
Travellers mulai memasak air buat bikin kopi dan ngerebus mie instant buat
ngisi perut yang sudah mulai keroncongan. Jam setengah satu kami kembali pulang
menuju desa Rantau Bujur, kali ini perjalanan pulang sempat diwarnai hujan
deras beberapa kali, sempat beristirahat dan tertidur sejenak di sebuah bukit
dengan view Gunung Pahyangan di depan kami. Tepat waktu Ashar kami tiba kembali
ke Desa Rantau Bujur, mampir di warung mama Humairah yang sangat ramah kami
pesan minuman untuk menghilangkan dahaga. Kami juga membeli ikan “Puyau” dari
anak kecil yang berjualan melintasi kami, kemudian meminta mama Humairah buat
masakin ikan tersebut plus masakin nasi buat tim kami. Tiba-tiba hujan deras
kembali mengguyur desa Rantau Bujur, ngga tau siapa yang mulai buat mandi
hujan, yang jelas kami berdelapan akhirnya spontan buat mandi hujan, sekaligus
membersihkan badan yang becek dalam perjalanan pulang tadi. Setelah puas mandi
hujan, kami pun berganti pakaian dan tepat sekali, setelah itu mama Humairah
ngasih tau kami bahwa nasi dan lauk sudah siap untuk disantap. Dari tadi malam
kami belum ketemu nasi, ditambah trekking pulang pergi ke Mandin Pantan dan
mandi hujan, membuat perut kami yang super duper lapar ini meminta segera
diisi. Memasuki rumah mama Humairah, wangi nasi dari beras hasil pertanian
sendiri langsung menusuk hidung, ditambah dengan aroma gorengan ikan “Puyau”.
Kami berdelapan, Amang Anshari, abah dan mama Humairah duduk bersama di tengah
ruangan keluarga, berdo’a bersama, kemudian kalap buat makan :D
Nasi putih panas, Ikan “Puyau”
dan kecap dengan cabe rawit menjadi pelengkap surga sore itu di sebuah desa
kecil yang hanya mendapatkan aliran listrik 12 jam perharinya, dari jam 6 sore
hingga jam 6 pagi. Selesai makan, kami ngobrol dengan abah Humairah alias abang
Isau yang ternyata juga memiliki kapal untuk angkutan Desa Rantau Bujur –
Dermaga Riam Kanan. Selain itu bang Isau juga menjual madu hutan asli yang
harganya dibandrol sebesar Rp. 150.000,- per botol syrup. Hafiz dan Rama
membeli madu hutan asli tersebut masing-masing 1 botol buat orang rumah.
Kami kembali ke rumah Pambakal
untuk menghabiskan malam yang kedua di sana, sebagian ada yang langsung tidur
setelah capek seharian, ada juga yang ngobrol bersama Pambakal dan Pak Pardi,
seorang guru SD setempat, asal Banjarmasin, yang sudah 13 tahun dinas di sana. Dari
obrolan itu juga kami ketahui kalau di Desa ini kita ngga bisa menemukan sinyal
provider seluler kecuali ke salah satu bukit yang ada di sana. Obrolan dari A
sampai Z menjadi penutup malam itu hingga semua tim pamit buat tidur.
Jam 6.30 keesokan paginya, kami
bersiap packing untuk kembali ke Banjarmasin, setelah sarapan seadanya, ngopi,
ngeteh, dan pamitan kepada Pambakal dan istrinya, serta Amang Anshari, kami
kembali menuju Dermaga Desa Rantau Bujur, di sana bang Daha pemilik “Klotok”
sudah menunggu kami untuk kembali menuju Dermaga Riam Kanan.
Desa Rantau Bujur masih sangat
asri, udara sejuk selepas hujan menambah keasrian desa yang memiliki 284 KK ini
dan jumlah populasi sekitar 800an jiwa. Mayoritas profesi warga adalah petani,
berkebun karet, dan sebagian lagi para lelakinya sebagai pendulang intan di
beberapa daerah yang tersebar di Kalimantan Selatan. Menariknya di halaman
rumah warga banyak terdapat pohon-pohon buah seperti mangga, rambutan, durian
dan lain-lain, sayangnya kami datang belum bertepatan dengan musim panen, yah
mungkin lain kali kami akan kembali ke sana.
Terima kasih:
-
Pak M. Mukeri, Pambakal / Kepala Desa Rantau
Bujur beserta istri dan keluarga.
-
Amang Anshari (Guide)
-
Bang Pa’i (Guide)
-
Mama Humairah beserta keluarga
-
Pak Guru Pardi dan rekan-rekan
-
Seluruh warga Desa Rantau Bujur, Kec. Aranio,
Kab. Banjar
0 komentar
Post a Comment